Burung Ku…….

Seekor burung trocok menclok di pohon jambu di belakang rumah Mbah Kidi. Ekornya jenthat – jenthit
dan kepalanya nggak berhenti tolah – toleh mengamati buah jambu kluthuk yang masak. Tak lama si trocok udah lompat ke dahan yang lebih tinggi. Paruhnya lincah me –nuthuli jambu klutuk dihadapannya. Cethal – cethul sambil plorak – plorok matanya mengawasi sekeliling. Mungkin dikiranya aku juga mau ikut – ikutan mbrakoti jambu seperti dia. Ya enggak lah yaww..!!

Tubuh ramping si trocok lincah meloncat dari dahan ke dahan. Tak lama berselang dia turun ke tanah lalu terbang dan menclok lagi, kali ini persis di depanku. Hanya dua depa dari tempatku duduk.

Sambil klepas – klepus tegesan ku perhatikan burung trocok itu. Sesekali terbang ke atas, sebentar turun, lalu terbang ke pohon lain. Hinggap sebentar lalu pergi lagi.
Mungkin sudah takdir burung harus seperti itu hidupnya. Terbang ke sana sini, cari makan, kawin, membuat sarang, bertelur,mengerami dan mencarikan makan anak – anaknya, dan ketika anak – anaknya sudah cukup kuat dibiarkan nggolek pangan masing -masing, setelah itu pindah dari satu tempat ke tempat lain yang mungkin dianggapnya lebih baik. Lebih banyak makanan tersedia. Dan akhir dari pengembaraannya adalah : mati.
Game over ! 

Sepertinya hidupku juga nggak jauh berbeda burung, harus loncat sana loncat sini, menclok dari satu dahan ke dahan lain supaya menemukan ” jambu klutuk ” yang mateng atau buah cengkodok untuk dimakan dan dibawa pulang ke sarang. Cicit cuit riuh anak – anaknya disarang bungah semringah menyambutnya..

Yah,,senyatanya hidup memang begitu. Seperti burung.  Setidaknya itu yang sedang ku pikirkan. Tak selamanya terbang melayang di langit. Di lain waktu juga ada saatnya dia harus turun. Kadang di atas kadang di bawah.
Dan senyatanya pula, tidak semua burung sama ukurannya, ada yang besar, ada yang sedang, dan tak sedikit yang kecil mungil seperti burung prenjak atau manuk emprit. Masing – masing dengan jenis makanan berbeda, jatahnya juga beda.

Sekarang kalau ku umpamakan rezeki itu seperti burung, ada yang besar, ada yang kecil. Lalu ketika mendapati kenyataan ” burung”nya kecil ya nggak perlu kecil hati. Dan ketika mendapat burung besar juga nggak gembelengan dan gumede..
Syukuri saja.!

Aku bangga pada istriku yang nggak pernah mempermasalahkan “burungku” – maksudku penghasilan/ rezeki yang didapat. Sedih juga ketika mendengar teman yang mengeluh karena istrinya menuntut “burung” yang besar sementara kenyataan “burungnya kecil”. Padahal semua sudah ada yang mengatur. Urip podho jatah bedo. Ora usah neko – neko. Manungso sak dermo nompo..Rakyo beres to..?

Ah..ini cuma tentang “burungku “, bagaimana dengan “burungmu ??? “

*Ojo mesam – mesem lho….!!

Salam.

Zainal

9 responses

  1. Waduh, susah banget kalo dpt istri yang selalu nuntut masalah burung. Mudah-mudahan istri saya besok nggak kayak gitu, hehe….

    Suka

    1. muda2an..Amiin. yng penting pandai2 mengelola burungnya…haha

      Suka

  2. weleh weleh….ngeres ya…??

    setiap burung pasti ada sarangnya, mang…

    Suka

  3. burung ku disebut ” ulat kasur beracun ” sekali semprot langsung bengkak. cuma sayang, belum ada lawan nya nech . hikz hikz… cry out loud dech…

    Suka

    1. setiap burung sudah ada jatah sarang masing masing,mas… yang penting berdoa dan usaha…

      Suka

      1. ya, sarang nya susah nak cari pun. hahahahaha

        Suka

      2. ukuran burung juga menentukan bentuk sarang lho…wkwwkkk
        so, silahkan periksa burungnya…

        Suka

      3. kecil tapi lincah. hahahahaha

        Suka

      4. selincah dan setangkas manuk emprit..biar kecil tp sarangnya gede dan anaknya banyak….hahaahaaa

        Suka

Tinggalkan komentar