Abu Nawas Menangkap dan Memenjarakan Kentut

Suatu hari Abu Nawas diundang oleh raja dengan keperluan untuk menangkap kentut dan memenjarakannya. Sebab

kentutlah yang selama ini menjadi momok, menjadi penyakit “malu” bagi sang raja. Bayangkan, bagaimana bila seorang raja saat pisowanan agung dengan para punggawanya tiba-tiba mengentut dengan suara nyaring? Wah bisa-bisa menjadi headline di koran-koran kerajaan: ternyata Raja kita kentutnya mantab lho, gede plus bau!

Untunglah, selama ini sang raja kentutnya nyaris tak terdengar. Hanya mak slenuk dan baunya menyebar dan tipe kentut seperti ini menyelamatkan muka sang raja meski dengan pura-pura harus menutup hidung dan bertanya kepada hadirin: siapa yang kentut? Meski demikian, tipe kentutnya yang pemalu ini lama-lama juga memuakkan bagi dirinya sendiri, apalagi ketika malam di peraduan bersama sang permaisuri, tentunya sang raja tak berani mengatakan ‘siapa yang kentut’. Hanya ada dia dan sang permaisuri, sedangkan bau kentutnya sudah dihafal oleh sang permaisuri. Sang raja tak bisa mengelak, kecuali malu-malu menyanding sang permaisuri. Dan secepat kilat matek aji ngguyub angin praharo alias menyedot secepat dan sebanyak mungkin agar bau kentutnya cepat hilang. Oh, ternyata kentutnya raja juga bau badek, cing!

Kenapa harus Abu Nawas yang disuruh memanjarakan kentut? Bukankah kerajaan punya tabib, polisi kerjaan, telik sandi, ahli teknologi, ahli klenik yang bisa membungkus kentut menjadi gumpalan, padatan dan kemudian dijebloskan ke penjara karena dianggap teroris bagi sang raja? Mungkin saja raja sudah tak percaya lagi dengan ala-alat kerajaan tersebut. Namun, di sisi lain, bisa juga sang raja hanya ingin menghentikan pola tingkah Abu Nawas yang selama ini berani, terkenal cerdik untuk menangani hal-hal yang di luar nalar. Apakah kentut itu di luar nalar? Silahkan tanyakan pada sang raja.

Hipotesa lainnya: selama ini Abu Nawas hanya makhluk sendirian, tak ada teman, tak ada pendukung atau partai kerajaan yang berdiri di belakangnya. Sehingga momen “kesendirian”nya Abu Nawas dipergunakan raja untuk menangani tugas-tugas memenjarakan kentut. Toh, kalau gagal mudah saja Abu Nawas dijebloskan ke penjara karena tidak ada yang membelanya, tak ada kawan yang mahir bersilat lidah meloloskan dari dekapan jeruji penjara.

Bukankah ini pekerjaan mustahil? Memenjarakan kok kentut? Lha wong yang bisa dan layak dipenjara selain kentut lebih banyak. Memang begitulah kelakuan sang raja, yang sering suka berbuat dan menganggarkan dana buat yang aneh-aneh.

Singkat cerita, Abu Nawas galau ketika mendapat tugas tersebut. Akalnya buntu, sebuntu akibat tersumbat bau kentut sang raja itu sendiri. Apalagi Abu Nawas dideadline untuk memenjarakan kentut hanya dalam tempo tiga hari. Jika tidak berhasil maka ancamannya adalah dijebloskan ke penjara. Masalah sepele: hanya gara-gara kentut tapi efek bagi dirinya adalah penjara. Ternyata dirinya hanya dihargai seharga kentut.

Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Ia tidak memikirkan bagaimana cara menangkap kentut tetapi ia masih bingung bagaimana cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu benar-benar kentut.

“Bukankah jin itu tidak terlihat?” Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri. Ia berjingkrak girang dan segera berlari pulang. Sesampai di rumah ia secepat mungkin menyiapkan segala sesuatunya kemudian menuju istana. Di pintu gerbang istana Abu Nawas langsung dipersilahkan masuk oleh para pengawal karena sang raja sedang menunggu kehadirannya.

Dengan tidak sabar, sang raja langsung bertanya kepada Abu Nawas.

“Sudahkah engkau berhasil memenjarakan kentut, hai Abu Nawas?”

“Sudah paduka yang mulia.” Jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil mengeluarkan botol yang sudah disumbat. Kemudian Abu Nawas menyerahkan botol itu.

Baginda menimang-nimang botol itu.

“Mana kentut itu, hai Abu Nawas?” tanya Baginda.

“Di dalam, Tuanku yang mulia.” Jawab Abu Nawas penuh takzim.

“Aku tak melihat apa-apa.” Kata Sang Raja.

“Ampun Tuanku, memang kentut tak bisa dilihat, tetapi bila Paduka ingin tahu angin, tutup botol itu harus di buka terlebih dahulu.” Kata Abu Nawas menjelaskan. Setelah tutup botol dibuka Sang Raja mencium bau. Bau kentut yang begitu menyengat hidung.

“Bau apa ini, hai Abu Nawas?!” tanya Sang Raja marah.

“Ampun Tuanku yang mulia, tadi hamba buang angin dan hamba masukkan ke dalam botol. Karena hamba takut, angin yang hamba buang itu keluar maka hamba memenjarakannya dengan cara menyumbat mulut botol!” kata Abu Nawas ketakutan.

***

Nah, mudahkan memanjarakan kentut? Ini semua tidak lain karena kecerdikan Abu Nawas sekaligus kedunguan sang raja: sudah tahu jika kentut tak bisa ditangkap kok masih ngotot untuk dipernjarakan. Seharusnya yang menjadi tuntutan sang raja adalah membuktikan wujud kentut, mungkin bisa warnanya atau setidaknya “kayak apa to kentut” itu.

Lantas, bagaimana membuktikan kentut-kentut yang berada di negeri ini, yang konon katanya, baunya menyengat tetapi susah dilacak keberadaan sumbernya. Lebih jauh lagi, bagaimana menyeret kentut-kentut tersebut supaya ngendon di penjara? Sepertinya perlu formula khusus untuk menjeratnya, sebab kentut-kentut ini lihai menembus dinding-dinding “botol” dan kembali menebar bau busuk. Dan sang raja hanya bisa menutup hidung sekaligus menunjuk satu persatu punggawanya: siapa tahu ada yang kentut dan mau mengakui kekentutannya. Tetapi, yakinlah, tak seorang pun yang mengakui siapa yang kentut sebab kentut itu “kemaluan” tetapi sering dilakukan.

8 responses

  1. ini cerita asli dari kamu ya kang ? skrg kok tulisannya lain dari ynag dulu dulu ya ? 🙂

    Suka

    1. Lain bagaimana,mbak..?

      Suka

  2. kalo kentut yang lain, semisal korupsi, gak ada yang mau tangkepin, tuan zainal. sang raja gak mau terganggu urusan gak nampak itu. he

    Suka

    1. jadi raja memang asyik dan nikmat…kentut raja dianggap minyak wangi oleh pion yang gemblung…

      Suka

      1. rusydi hikmawan

        hahaha…

        Suka

      2. yang mbarengi ketawanya dari belakang apa itu, mas….kok kayak suara …..makbrotttt .!!! keekekkekek

        Suka

      3. rusydi hikmawan

        masa kedengeran. padahal udah saya tutup bawahnya, he

        Suka

      4. Heehee…jebulnya dari belakang saia sendiri…

        Suka

Tinggalkan Balasan ke rusydi hikmawan Batalkan balasan