Caci Maki, Hujatan, dan Hinaan di Media Sosial

Kenyataan, setiap kata yang ditulis di dunia maya akan dengan cepat menyebar dan dibaca banyak orang. Tanpa disadari, kata – kata tersebut akan terus tersimpan dalam perpustakaan dunia maya sebagai satu dokumentasi yang akan terus dibaca.

Kenyataan pula bahwa kata – kata merupakan benda mati, akan tetapi dapat berubah menjadi pedang tajam yang menyakitkan.

Kenyataan, di dunia maya, media sosial khususnya, yang namanya caci maki, hinaan, dan hujatan mudah sekali dijumpai.

Kenyataan, dengan berlindung dibalik nama palsu dan mengatasnamakan kebebasan berpendapat serta berinteraksi di dunia maya, orang tidak segan menyalahgunakannya dengan mengumpat, menghujat, mencaci, dan menghina pada hal yang dianggap tidak berkenan.

Kenyataan, ternyata caci maki, hujatan, dan hinaan di media sosial itu dilakukan oleh makhluk yang bernama manusia, yang konon punya etika, hati nurani, beradab dan beragama.

Tetapi bagaimanapun teman – teman yang suka mencaci, menghujat, dan menghina ini patut dikagumi. Sebab, mereka ternyata memiliki energi hidup yang berlebih, sehingga untuk hal – hal yang tidak sepantasnya dan tidak terpuji pun dapat mereka lakukan.
Entah berapa banyak waktu dan energi yang disia – siakan untuk mencaci maki, menghujat, dan menghina, bahkan kepada orang yang tidak dikenal, hanya untuk melampiaskan nafsu dan ego sesaat..?

Terbayang bagaimana sakitnya hati orang yang menerima caci maki, hujatan dan hinaan. Bagaimana jika caci maki, hujatan, dan hinaan tersebut ditujukan kepada diri sendiri…??

Setiap orang pernah berbuat salah dan khilaf, setiap orang pernah tertimpa masalah. Entah masalah yang diakibatkan perbuatan sendiri atau masalah dari orang lain. Dan di saat jiwa kering kerontang penuh himpitan, seseorang memerlukan kata – kata yang menyejukkan hati, bukannya kata – kata menyakitkan dan memojokkan.
Sejatinya kesalahan dan kekurangan seseorang tidaklah dijadikan bahan untuk melakukan penghinaan dan penghakiman.
Apa yang mungkin dianggap sepele bisa saja menimbulkan penyesalan di kemudian hari. Meski berlindung dibalik identitas dan nama palsu, tetap ada pertanggungjawaban kelak yang menanti, Alangkah baiknya jika sebelum melontarkan caci maki, hujatan, atau pun hinaan difikirkan terlebih dahulu efek buruknya, untuk diri sendiri dan terutama bagi orang yang dituju.

Jatining dhiri ono ing lathi..!Ā  Pepatah Jawa kuno ini mengingatkan bahwa harga diri seseorang terletak pada lidahnya, pada kata – kata yang diucapkan. Kata – kata yang baik dan bermutu mencerminkan pribadi yang baik dan bermutu pula.

Kata – kata bisa menjadi setajam pedang, dan dapat pula menjadi embun yang menyejukkan, tergantung bagaimana kita menggunakannya sebagai apa..?
Kata-kata itu bagai memiliki sebuah ruh yang sangat berperan besar dalam keadaan seseorang ketika mendengar atau membacanya. Ketika tidak mampu berkata baik, maka diam itu lebih baik…!

25 responses

  1. Nicely wrote. Membuat kita jadi merenungkan jika kita ingin mencaci bahkan hanya mengritik orang sekalipun.

    “Kata ā€“ kata bisa menjadi setajam pedang, dan dapat pula menjadi embun yang menyejukkan, tergantung bagaimana kita menggunakannya sebagai apa..?”

    Saya suka sekali dengan kalimat ini. Mari kita mencoba untuk menggunakan media sosial yang bebas diakses banyak orang ini sebagai tempat yang menyejukkan…. šŸ™‚

    Suka

    1. terima kasih untuk apresiasinya, walaupun sebenarnya saya lebih suka menerima kritikan yang sifatnya membangun.

      tentu saja dengan bijak dan proporsional kita semestinya mengambil kemanfaatan atas setiap fenomena, sosial media bukan ajang saling hujat dan mencaci, jadi tidak pada tempatnya jika sosial media justru menjadi ajang menghujat,menghina dan menunjukkan kepengecutan dengan berlindung dibalik nickname samaran. dulu, saya sering terlibat dalam berbagai forum diskusi di salah satu sosmed, yaitu facebook. sangat disayangkan ketika diskusi dan debat bukan lagi mengedepankan rasionalitas, yg ada justru emosional dan berbuntut saling hujat.

      Suka

      1. memang kenyataan tersebut membuat kita bertanya…sebenarnya siapkah kita dengan era keterbukaan komunikasi seperti sekarang ini?

        Suka

      2. kembali kepada masing2 individu dalam menyikapi…
        kalau saya pribadi meyakinkan diri sendiri bahwa sosmed adalah entertainment edukatif…sekedar hiburan yang mendidik..

        Suka

  2. Assalaamu’alaikum wr.wb, mas Zainal….

    Semua itu atas pilihan hati yang nantinya akan terzahir dalam ucapan dan tingkah laku.
    Apa artinya memilih mahu mencaci, menghina dan menghujat orang lain secara semborono hanya sekadar untuk memuas nafsu sendiri. Sedangkan segala perbuatan itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.

    Ternyata malu yang menjadi sebahagian dari iman sudah hilang tuntas dalam jiwa manusia sebegini. Sifat takut dan malu kepada Allah SWT tidak lagi menjadi senjata untuk menahan diri dari berbuat perkara mungkar dan maksiat.

    Berkata baik dan benar itu sangat dituntut ajaran Islam agar menyerlah kebaikan Islam di mata dunia. Tetapi ramai yang memilih sebaliknya. Allahu Akbar.

    Terima kasih mas Zainal atas tulisan yang mencerahkan. Ia sangat baik sebagai ingatan buat diri saat terlepas dari sifat mahmudah yang kadang kala tidak terjangka boleh terjadi juga kepada diri sendiri. Semoga dilindungi Allah SWT.

    Salam hormat dari Sarikei, Sarawak. šŸ˜€

    Suka

    1. Waalaikum salam warahmatullah..wb.

      benar sekali apa yang mbak Siti utarakan, sejujurnya saya merasa malu menuliskan tema ini, sebab entah hanya tersirat di dalam hati, entah dengan penuh kesengajaan atau sekedar iseng, tentunya diri ini tak luput dari perbuatan tidak terpuji ini..

      Harapan saya tentunya untuk mengingatkan diri saya pribadi, senyatanya tidak lebih baik dari penulis atau pembaca, yang lebih baik pastilah yang mampu melakukannya..

      salam kembali untuk mbak Siti,

      Suka

  3. membaca cacian hujatan dll bikin hati ikut kemrungsung ya kang, bener nggak ? anehnya kok kayaknya yg spt ini laris di sana ya ? šŸ™„

    Suka

    1. iya, mbak. koyo wis iyak iyak ‘o wae, menghujat dan melecehkan orang sak penak udele, padahal belum tentu yg menghujat lebh baik dr yang dihujat..

      Suka

      1. iya kang, serem aja bacanya, mending baca yg sejuk sejuk saja ya bikin hati tentrem

        Suka

      2. ya mbak.. di fb saya pernah beberapa kali ikutan semacam grup debat, tp lama2 jengah dan neekk karena banyaknya caci maki,hujatan, dan hinaan.. dan pilih mundur teratur drpada kebawa bawa emosi …

        Suka

      3. iya kang, soalnya rugi waktu jg debat yg nggak sehat bgt, nggak ada manfaatnya, bikin stress malah, mending pit pitan aja deh šŸ˜€

        Suka

      4. nyonge wes ora tau pit – pitan, mbak.. biyen nalika jeh esempe nek mangkat sekolah saben isuk ngepit, tp lbh sering mlaku…ngalah ro adhine..

        Suka

      5. wah .. nek aku pit pitan mbendino kang, iso nganti 22 km an sediane, iso ping telu pit pitan sedinane, nek esuk dewek an, nek mbengi Karo bojoku soale maghrib be jam 4 sore dadi nek bojoke muleh mbogae yo wes peteng terus pit pitan bareng yo mbengi kang, iki mau yo lagi bar pit pitan šŸ˜›

        Suka

  4. Jatining dhiri ono ing lathi..! –>harga diri seseorang terletak pada lidahnya. ih suka banget sama pepatah ini.. kyknya di era socmed pepatahnya ganti jadi gini mas “Jatining dhiri ono ing seratani”.

    Suka

    1. betul..betul…betul..!

      dan ” jatining rogo ono ing foto profil…” haaha hihi huhuu

      Suka

  5. Menjaga lisan adalah pelajaran penting dari Nabi Saw. yang mulia. Menjaga lisan ini tentunya juga bermakna menjaga tulisan, termasuk di media sosial ya, Mas.

    Suka

    1. matur nuwun..Pak Ustadz berkenan singgah ke kandang saya,

      yang membuat miris lagi,justru tidak sedikit caci maki, hinaan, dan hujatan tersebut dilakukan oleh beberapa akun yang mengatasnamakan pembela agama, amar ma’ruf nahi munkar..tidak segan melontarkan kata kata keji yg membacanya saja menjijikkan..
      bahkan tidak jarang disertai gambar2 yg tidak senonoh..

      Suka

  6. Dengan adanya media sosial seseorang bisa menjadi reporter, redaktur sekaligus bisa memuat tulisannya di media sosial. Berlainan dengan media konvensional, misalnya koran, tulisan seseorang yang ingin dimuat di koran, tergantung kepada kebijakan redaksional koran setempat. Jika tulisan mengandung SARA, menyinggung harga diri seseorang dengan caci makian yang tidak pantas, maka redaktur bisa memasukkan tulisan itu ke kotak sampah alias mati suri. Demikian pula dengan tulisan yang santun, penuh tata krama inggil, bisa diedit atau diloloskan untuk terbit. Intinya dengan media sosial, seseorang dari tingkatan sosial macam manapun bisa berinteraksi tanpa sekat lagi.

    Suka

    1. seharusnya media sosial sebagai sarana berinteraksi dapat digunakan dengan bijak, tanpa meninggalkan nilai nilai estetika dan adab budaya.. sayang sekali jika kebebasan berpendapat dan berinteraksi dimaknai secara brutal , kebablasan…
      setiap akun media sosial pasti ada penunggu setia dibaliknya, dan wujudnya manusia.
      untung saja bangsa demit, ayam, semut, bebek, wedus, dan kebo tidak ikut ambil bagian menjadi pengguna di social media, kalau iya opo ora podo ngguyu cekakakan…??!?!!

      Suka

  7. blogmu unik. tulisannya hitam tapi kalo discroll jadi ungu.
    soal kata-kata di media massa, makanya jangan update status dan ngetweet yang kasar, alay atau curhat. status dan tweet bisa dipakai untuk berbagi motivasi dan dukungan. kata-kata hikmah gitu.

    Suka

    1. saran dan masukkan yang baik ini mudah2an menjadikan diri supaya lebih berhati hati ketika menulis status di media sosial, terutama juga di dunia nyata.

      terima kasih untuk saran yang baik ini dan kunjungannya ke kandang saya.

      salam

      Suka

  8. Betoel banget,mas….

    Suka

    1. itu hanya pendapat biasa saja, mas. belum tentu betoel (tanpa banget..)

      mungkin njenengan punya opini berbeda ? monggo dibagikan…

      Suka

      1. Lah sudh disebutkan berbagai sudut,mas. Ya makanya pakai “s” hehehee

        Suka

      2. hehehe… kita ganti “p ” aja… pojok..

        Suka

Tinggalkan komentar